Bhinneka Tunggal Ika Media Indonesia

Solidaritas “Republikasi” Jurnalisme Pertama di Indonesia

The Board by Komako UGM
7 min readJun 7, 2022
Kumpulan judul artikel republikasi oleh media-media Indonesia

“Media bersolidaritas itu biasa. Tapi solidaritas dalam bentuk republikasi oleh banyak media, ini baru pertama kali.”

-Widya Primastika, Pengurus AJI Indonesia

Artikel kasus kekerasan seksual terhadap tiga orang anak oleh ayahnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang dirilis oleh Project Multatuli pastinya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pengguna media sosial, apalagi bagi mahasiswa ilmu komunikasi yang notabene berkecimpung di media massa dan jurnalisme. Artikel berita tersebut mendadak viral tidak lama setelah dirilis karena klaim dari akun Instagram Polres Luwu Timur (@humasreslutim) yang menyatakan melalui Instagram story mereka bahwa berita tersebut adalah hoaks. Selain itu, Project Multatuli juga mendapat bertubi-tubi serangan dari berbagai pihak seperti serangan distributed denial-of-service (DDoS) dan tuduhan bahwa Project Multatuli merupakan blog pribadi. Akan tetapi, dari ketidakadilan dan pergumulan yang dialami oleh Project Multatuli tersebut, lahirlah sebuah fenomena yang baru pertama kali terjadi di Indonesia: solidaritas berbagai media besar dan kecil Indonesia yang merepublikasi artikel Project Multatuli tersebut.

Melalui Kanal Info edisi Medium kali ini, Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Komako UGM akan mengkaji lebih dalam fenomena jurnalisme Indonesia ini mulai dari kronologi singkatnya, pengaruh media sosial, kaitannya dengan teori komunikasi, hingga alasan mengapa fenomena ini penting untuk dipelajari lebih mandalam oleh mahasiswa ilmu komunikasi.

Selamat membaca :)

Kronologi Singkat Dimulainya Solidaritas

Project Multatuli yang baru saja berdiri pada bulan Mei 2021 adalah sebuah media jurnalisme nonprofit yang menyajikan laporan berbasis riset dan data dengan fokus untuk mengangkat “suara-suara yang dipinggirkan, komunitas-komunitas yang diabaikan, dan isu-isu mendasar yang disisihkan” (Project Multatuli, 2021). Media yang tentunya tergolong masih muda ini didirikan dan beranggotakan sejumlah jurnalis profesional yang sudah berpengalaman kerja di media-media besar seperti Kompas, The Jakarta Post, Tirto.id, Bloomberg News, dan lain-lain.

Pada tanggal 6 Oktober 2021, Project Multatuli merilis artikel yang meliput kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak oleh ayah kandungnya yang sebenarnya sudah terjadi dua tahun lalu. Artikel tersebut dirilis melalui tiga platform, yaitu situs resmi Project Multatuli (projectmultatuli.org), akun Instagram Project Multatuli (@projectm_org), dan akun Twitter Project Multatuli (@projectm_org). Sekitar tiga jam setelah artikel tersebut dirilis, akun Instagram Polres Luwu Timur melalui Instagram story mereka mengklaim bahwa artikel tersebut adalah hoaks dan juga menyertakan “klarifikasi” yang justru membongkar identitas korban, pelaku, dan lokasi yang tadinya sudah disensor oleh Project Multatuli demi melindungi identitas dan privasi korban (Mariani, 2021).

(Mariani, 2021)

Pada pagi hari tanggal 7 Oktober 2021, situs resmi Project Mulatuli mengalami serangan DDoS (Project Multatuli, 2021) yang adalah serangan untuk membuat sebuah layanan daring menjadi tidak bisa diakses dengan dengan membanjirinya dengan lalu lintas dari berbagai sumber (Arbor Networks, Inc., 2020). Di siang harinya, konten artikel yang dirilis di akun Instagram Project Multatuli juga dihapus oleh pihak Instagram karena di-report oleh akun lain (Project Multatuli, 2021).

Fahri Salam, salah satu pendiri dari Project Multatuli dan editor dari artikel tersebut, menyatakan dalam Instagram Live JournalismTalk — sebuah program diskusi daring milik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia (Aji Indonesia, 2021) — bahwa perhatian utama dari pihak Project Mulatuli saat itu tidak terletak pada klaim bahwa artikel mereka adalah hoaks namun pada bagaimana cara agar artikel tersebut tetap dapat diakses dan dibaca oleh masyarakat (Salam, 2021). Fahri juga kemudian menceritakan bahwa setelah tidak dapat diaksesnya artikel tersebut di situs resmi, pihak Project Multatuli mulai bertanya kepada media lain apakah bisa merilis artikel tersebut. Tidak memakan waktu lama, media-media berita di Indonesia, mulai dari yang korporasi raksasa hingga media independen kecil berbondong-bondong merepublikasi artikel berjudul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan” yang ditulis oleh Eko Rusdianto tersebut hingga beberapa hari setelaj serangan DDoS terjadi.

Berikut adalah beberapa media berita dan organisasi yang ikut merepublikasi artikel Project Multatuli tersebut yang dapat ditemukan oleh Tim Litbang Komako UGM:

· suara.com

· VICE Indonesia

· hakasasi.id

· IndoPROGRESS

· tirtoid

· TEMPO.CO

· Kompas.com

· Asumsi

· IDN Times

· Alinea TV

· BPPM Balairung UGM

· Catch Me Up!

· Jaringan GUSDURian

· Nuice Media

· LPM Pro Justitia

· Perkumpulan ICJR

· SuaraAisyiyah

· Institut MOSINTUWU

Selain media-media berita tersebut, banyak pula organisasi dan lembaga seperti Amnesty International Indonesia, AJI Indonesia dan Komite Keselamatan Jurnalis yang mengadakan siaran pers untuk mengecam aksi penyerangan dan menyatakan bahwa cap hoaks oleh Polres Luwu Timur merupakan ancaman terhadap kemerdekaan pers. Beberapa media berita seperti Remotivi, Kompas TV, The Jakarta Post dan Narasi Newsroom juga menulis berita yang melaporkan tentang peristiwa diserangnya Project Multatuli tersebut.

Terima Kasih Netizen Indonesia

Seperti yang sudah kita ketahui, keberadaan media sosial pastinya memberi pengaruh besar terhadap jurnalisme. Mulai dari platform-platform yang digunakan jurnalis untuk menyampaikan reportase mereka, bentuk dari reportase itu sendiri, dinamika timbal balik dengan masyarakat, hingga jumlah audience yang dapat dicapai oleh sebuah media. Seluruh peristiwa perilisan, penyerangan, dan solidaritas ini pun terjadi di media sosial dan hampir tidak ada interaksi fisik sama sekali. Namun, apakah mungkin bahwa alasan mengapa solidaritas antar media dan jurnalis dalam bentuk republikasi ini dapat terjadi untuk pertama kalinya juga karena adanya media sosial?

Belum ada bukti yang mengaitkan langsung bahwa media sosial merupakan salah satu faktor utama mengapa solidaritas dalam bentuk republikasi ini dapat terjadi untuk pertama kalinya di Indonesia. Akan tetapi, ketika ditanya oleh pihak AJI Indonesia apakah pihak Project Multatuli menyangka bahwa artikel tersebut akan “seramai itu”, Fahri Salam mengatakan bahwa pihak Project Multatuli tidak menyangka, dan bahwa republikasi dapat menjadi semarak itu karena sudah “ramai” atau viral terlebih dahulu di media sosial (Salam, 2021).

“Kami berterima kasih [kepada] para netizen ya, bikin media ini jadi bergema gitu ya sehingga media mau turut bersolidaritas…” ujar Fahri Salam melalui JournalismTalk. Saat ini, konten Instagram dari artikel tersebut sudah mendapatkan 163.028 likes dan 9549 komentar (Project Multatuli, 2021), sementara di Twitter, postingan artikel tersebut mendapatkan lebih dari 18.000 likes dan 409 komentar, serta sudah di-retweet sebanyak lebih dari 12.000 kali (Project Multatuli, 2021).

Kenapa Republikasi? Jawaban dari Teori Komunikasi

Namun, apakah yang membuat perilaku “republikasi” oleh banyak media ini menjadi sesuatu hal yang spesial?

Keistimewaan dari perilaku “republikasi” oleh beragam media ini dapat dijelaskan melalui salah satu teori yang dipelajari oleh mahasiswa ilmu komunikasi yaitu teori Agenda Setting. Teori ini menjelaskan bahwa media memiliki kemampuan untuk membentuk persepsi masyarakat mengenai kadar pentingnya sebuah berita. Bagaimana media menulis, menampilkan, dan menyampaikan berita dengan sedemikian rupa akan menentukan berita mana yang lebih penting dan yang tidak terlalu penting bagi masyarakat (McCombs & Shaw, 2019). Namun bagi setiap media, tingkat pentingnya berita bisa menjadi berbeda-beda, tergantung dari agenda dari masing-masing media dan jurnalis itu sendiri, namun kita akan membahas ini di paragraf selanjutnya. Kaitannya teori ini dengan perilaku “republikasi” berbondong-bondong oleh berbagai media adalah dengan melakukan hal tersebut, media massa Indonesia secara satu kesatuan menciptakan persepsi bagi masyarakat bahwa kasus kekerasan seksual serta ketidakadilan yang ada di sekitarnya adalah hal yang sangat penting dan patut untuk dikawal. Apabila semua media memberitakan hal yang sama, berarti hal tersebut memang sangat penting bukan?

Bhinneka Tunggal Ika Media Indonesia

Lalu, mengapa solidaritas dalam bentuk merepublikasi berbeda dengan solidaritas antar jurnalis pada biasanya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa menilik dari teori-teori bias media. Setiap media dan jurnalis memiliki agenda masing-masing yang berasal dari ideologi, pendapat pribadi, politik perusahaan, hingga laba (Lichter, 2017). Dari agenda yang berbeda tersebut, framing yang digunakan setiap media dan jurnalis dalam memberitakan suatu peristiwa pun berbeda-beda. Sebagai contoh, perusahaan media yang dimiliki suatu golongan tertentu pasti akan melaporkan berita dengan framing yang memihak golongan tersebut dan/atau mengkritik golongan lain.

Di fenomena solidaritas dalam bentuk “republikasi” ini, belasan media Indonesia tanpa pandang bulu merepublikasi artikel Project Multatuli sebagai bentuk solidaritas antar media dan jurnalis. Daripada berlomba-lomba membuat liputan eksklusif masing-masing, di awal bulan Oktober ini, media-media Indonesia memilih untuk tidak menghiraukan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda tentunya, dan justru merepublikasi artikel yang dibuat oleh sebuah media yang berusaha dibungkam oleh pihak lain. Fenomena solidaritas republikasi ini sukses mencerminkan semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang artinya “berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”

Pertanda Baik bagi Jurnalisme Indonesia

Tahukah kalian bahwa himbauan atau aturan bagi jurnalis dan media untuk saling bersolidaritas ketika dibungkam tidak diatur di mana pun dan bahkan tidak ada di Kode Etik Jurnalistik? Inisiatif oleh belasan media Indonesia untuk merepublikasi artikel Project Multatuli mengenai kasus kekerasan seksual ini murni berdasarkan solidaritas terhadap kemerdekaan pers di Indonesia. Tentunya hal ini adalah pertanda baik bagi masa depan jurnalisme di Indonesia. Ketika menghadapi ketidakadilan dan pembungkaman, media Indonesia memilih untuk saling bersolidaritas daripada saling bersaing menghasilkan produk masing-masing.

Penulis: Florencia Azella Setiajid

Penyunting: Ivana Larasati

Referensi

Arbor Networks, Inc. (2020). What is a DDoS Attack? Retrieved from Digital Attack Map: https://www.digitalattackmap.com/understanding-ddos/

Lichter, S. R. (2017). Theories of Media Bias. In K. Kenski, & K. H. Jamieson, The Oxford Handbook of Political Communication (pp. 440–457). New York: Oxford University Press.

McCombs, M., & Shaw, D. (2019). Agenda-Setting Theory. In E. Griffin, A. Ledbetter, & G. Sparks, A First Look at Communication Theory (pp. 368–380). New York: McGraw-Hill Education.

Project Multatuli. (2021). Tentang Kami. Retrieved from Project Multatuli: https://projectmultatuli.org/about/

Salam, F. (2021, October 20). JournalismTalk: Solidaritas Media Republikasi Berita Project Multatuli. (W. Primastika, Interviewer)

--

--

The Board by Komako UGM

The Board memberikan perspektif mengenai isu-isu seputar dunia komunikasi melalui informasi yang sudah dikaji